Novel Tere Liye yang terbaru ini bercerita tentang perjuangan enam orang aktivis lingkungan untuk membatalkan konsesi lahan tambang yang diberikan kepada satu PT tertentu. Pasalnya pembukaan lahan tambang ini sangat merugikan masyarakat setempat. Tidak hanya merusak lingkungan; penggundulan hutan, pencemaran air sungai, mengganggu habitat hewan-hewan endemik, pembukaan tambang tersebut bahkan sampai menggusur masyarakat lokal yang sudah menempati wilayah itu selama ratusan tahun. Sementara pemilik konsesi bersikeras bahwa konsesi itu adalah salah satu proyek nasional yang akan memberikan banyak manfaat kepada rakyat.
Sesuai janji presiden terpilih, bahwa pemerintah akan membentuk komite khusus untuk mengkaji dan memutuskan apakah konsesi itu patut untuk dilanjutkan atau tidak. Setelah melalui proses pemilihan anggota komite yang cukup alot. Akhirnya terpilihlah 7 orang yang nantinya akan memutuskan keberlangsungan konsesi itu melalui proses sidang dengar pendapat. Dari pihak penggugat diwakili oleh para aktivis lingkungan dan dari tergugat (PT) diwakili oleh pengacara top yang sangat ‘licin’.
Sidang dilakukan secara tertutup. Masing-masing pihak –penggugat maupun tergugat– membawa saksi dan dokumen-dokumen pendukung untuk meyakinkan para anggota komite. Selama prosesnya, para aktivis lingkungan banyak sekali mengalami hambatan. Mulai dari keterbatasan akses data dan informasi, sampai yang paling parah adalah terbunuhnya saksi kunci yang akan mereka hadirkan. Sementara di pihak tergugat, mereka sangat mudah mengcounter fakta-fakta yang dilontarkan oleh para aktivis. Tentu saja dengan data-data yang sangat meyakinkan, karena pemerintah memihak kepada mereka, mereka punya seluruh sumber daya dan uang.
Belasan kali sidang digelar, dan apakah anda bisa menebak hasilnya? Bagaimana keputusan para komite? Ya. Tentu saja bisa. Enam orang aktivis vs oligarki dan pemerintah. Mudah sekali menebaknya. Tapi cerita belum berhenti setelah komite mengumumkan keputusannya. Di 2 bab terakhir Tere Liye memberikan klimaks cerita yang menurut saya cukup berani dan mengejutkan. Plot twist yang disajikan juga menambah keseruan cerita. Pantas saja saat iklan penjualan, mereka mengatakan bahwa ini adalah novel dewasa. Kejadian-kejadian yang diceritakan di penghujung cerita sangat-sangat eksplisit. Berani.
Novel ini memang diakhiri dengan ending yang menggantung (open ending). Tapi saya pribadi tidak setuju dengan penyelesaian masalah yang diberikan penulis (terlebih jika ini terjadi di kehidupan nyata). Pragmatis? Bisa jadi. Belum tentu itu benar-benar akan menyelesaikan masalah. Bisa jadi malah justru malah memperbesar dan memperburuk masalah. Tapi tetap saja, ini adalah cerita fiksi, apa saja boleh terjadi.
Dan satu lagi, ada masalah yang menurut saya belum terjawab sampai akhir cerita. Bagaimana pihak tergugat bisa tau secara mendetail gerak-gerik pihak penggugat? Saya pikir akan ada traitor di kubu para aktivis. Ternyata tidak dijelaskan.
Terakhir, novel ini relate banget dengan realitas yang terjadi di negeri kita. Penguasa yang lebih mementingkan kesejahteraan orang-orang di sekitarnya daripada kesejahteraan rakyat. Mereka membuat proyek-proyek nasional dengan dalih untuk memberikan manfaat kepada rakyat, padahal hanya untuk memuaskan perut mereka sendiri. Fenomena ordal (orang dalam) yang yang juga masih terjadi di setiap lembaga, baik swasta maupun pemerintahan. Semuanya dipertontonkan dengan jelas. Benar-benar culas dan tanpa rasa malu.
Selamat membaca!